Cerita Gaib | Ilmu Pelet | Cerita Hantu | Misteri Pesugihan | Mantra Pengasih | Mantra Pelet | Tempat Pesugihan

Kisah Misteri Benda Pusaka Pembawa Petaka

Iklan Tautan

Artikel terkait : Kisah Misteri Benda Pusaka Pembawa Petaka

CeritaGaib.com - Cerita tentang misteri benda pusaka pembawa petaka disajikan sebagai salah satu kisah hiburan semata. Dalam penyampaian ceritanya sama sekali tidak ada maksud Eyang untuk menghakimi seseorang apa lagi untuk membuka aib orang lain. Untuk itu beberapa tokoh dan tempat kejadian sengaja Eyang samarkan sebagai upaya menutupi biodata orang yang mengalaminya.

Sebagaimana yang kita ketahui benda pusaka menjadi salah satu barang berharga bagi sebagian masyarakat jawa. Teman-teman sebaya termasu Eyang sendiri memang sedikit banyak pernah tertarik dan memiliki beberapa benda pusaka yang katanya memiliki energi magis. Sayangnya karena harganya tidak murah serta perawatannya tidak mudah Eyang telah menghibahkan seluruh pusaka yang Eyang miliki pada orang lain.

Kembali ke pokok cerita mengenai kisah misteri benda pusaka pembawa petaka yang akan Eyang tuturkan di halaman ini anggap saja terjadi pada salah seorang teman Eyang (Sumarto). Dia merupakan anak sulung dari Mbah Mitro. Mbah Marto sendiri hanya memiliki 2 orang anak yakni Sumarto dan Kamijan diamana keduanya telah berkeluarga. (Baca juga: Siluman Harimau Putih Penunggu Pohon Keramat di Persawahan).
kisah-misteri-keris-pusaka-pembawa-petaka
Suatu ketika bak mengetahui maut akan segera menjemputnya Mbah Mitro memanggil kedua anaknya yang tak lain adalah Kamijan dan Sumarto. Beberapa hari belakangan memang Mbah Mitro mengeluh kurang enak badan sehingga tidak melakukan pekerjaan seperti biasanya mengolah sawah. Kedua anaknya mengira permintaan ayah mereka untuk berkumpul sekedar ingin berbincang sesuatu saja tapi ternyata beda dengan keadaan malam itu. Mbah Mitro menuturkan keinginannya untuk membagi warisan dari harta benda terutama tanah miliknya.

Sambil berbaring di ranjang Mbah Mitro pun mulai memberikan wejangan pada kedua anaknya
“Le, Marto lan Kamijan, ojo kaget yen sak wanci-wanci aku dipundut Sing Kuasa, lha wong yo kabeh iku mug Duweke” kata Mbah Mitro dengan bahasa jawa yang kurang lebih memiliki arti “Nak, Marto dan Kamijan, jangan kaget jika sewaktu-waktu bapak dipanggil Sang Maha Kuasa, Karena memang semua kepunyaan-Nya”.

Melanjutkan perkataannya tersebut Mbah Mitro akhirnya mengungkapkan keinginannya untuk membagi dua warisa miliknya. Yakni pekarangan yang saat ini mereka tempati serta beberapa petak sawah dan tegalan yang kini masih digarap Mbah Mitro.

“Iku dudu pungkasaning bondhoku ugo dudu sekabehing hak kanggo sliramu kabeh, e wodene butuh seslametan ugo sekabehing urusan banda ndunyo sing iseh tak perloke, ikhlasna sira wong loro pada nyengkuyung bebarengan”. Dalam bahasa Indonesia kurang lebih maknanya “Ini bukanlah akhir dari kekayaanku, juga bukan awal dari keseluruhan hak bagi kalian, namun demikian jika butuh untuk acara selamatan juga seluruh urusan harta benda yang masih bapak perlukan, maka ikhlaskanlah kalian untuk mencukupinya berdua”.

Setelah pembagian tanah pekarangan dan sawah terselesaikan, berikutnya Mbah Mitro meminta pada Kamijan untuk mengambilkan sebuah peti berisi beberapa benda yang berada di dalam almari pakaian Mbah Mitro. Ternyata di dalamnya terdapat sejumlah uang, emas perhiasan, serta beberap benda pusaka yang kemudian dibagikan secara adil untuk kedua putranya.

Secara keseluruhan memang pembagian warisan telah adil, namun Sumitro merasa kurang tepat jika salah satu pusaka tersakti yakni sebuah keris bertuah jatuh ke tangan adiknya. Dia merasa keris pusaka sakti mandraguna milik ayaknya lebih tepat jatuh ketangannya daripada ke tangan Kamijan.
Singkatnya tepat tiga hari setelah pembagian tersebut Mbah Mitro menghembuskan nafas yang terakhir dan kedua anaknya melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka. Setelah 7 hari kematian Mbah Mitro, Sumarto mendatangi Kamijan ke rumahnya dan berbincang perihal warisan keduanya yang dia anggap kurang adil.

“Jan siro ojo rumongso, ojo geblinger marang opo sing diaturke bapak, keris pusaka sing tok gujeng kui luwih tepat ana tanganku, mergo aku ameh nyalon dadi lurah tahun ngarep” Kata Sumarto yang bermakna “Jan kami jangan merasa, jangan terlena dengan apa yang dikatakan bapak, keris pusaka yang kami dapatkan itu lebih tepat aku yang pegang, karena aku akan mencalonkan jadi kepala desa di tahun depan”.

Ternyata keris pusaka yang diwariskan pada Kamijan diyakini memiliki tuah yang mampu menjunjung drajat seseorang, bahkan beberapa orang yang mencalonkan diri sebagai pejabat di wilayah tersebut pernah meminjam pusaka junjung drajat milik Mbah Mitro tersebut. Tak heran jika Sumarto merasa keberatan karena dirinya berambisi ingin menjadi pejabat desa dalam waktu dekat.

Singkatnya karena mengalah dan tak ingin terjadi keributan Kamijan memberikan keris warisan ayahnya pada kakaknya sambil berkata “Menika yen kangmas pengen nduweni keris iki, nangin kedah kangmas mangertosi sedanten resika dados tanggungan panjenengan piyambak” jika dalam bahasa Indonesia inti dari ucapan Kamijan yakni menyerahkan keris warisan pada Sumarto namun dengan resiko kakaknya sendirilah yang akan menanggungnya.

Bahagia bukan main ketika keris junjung drajat berada di tangan Sumarto. Dirinya telah terbayang akan mendapatkan pamor dan drajatnya akan naik di mata semua orang.

Namun selang beberapa saat tepatnya setelah 40 hari kematian ayahnya Sumarto mulai mengalami kejadian aneh dan penuh mistis. Dalam beberapa malam Sumarto bermimpi didatangi oleh seseorang berpakaian serba putih dan mengatakan jika dia tidak akan kuat. Namun tidak akan kuat dalam hal apa Sumarto sendiri tidak mengetahuinya.

Beberapa hari kemudian Sumarto merasa mering dan demam tinggi, bahkan saking panasnya sampai-sampai Sumarto tidak sadarkan diri dan akhirnya dibawa ke rumah sakit oleh istrinya. Setelah siuman dari pingsan seluruh keluarga merasa kaget karena Sumarto terlihat seperti orang kebingungan dan tidak seperti biasanya. Rupanya sumarto mengalami gangguan kejiwaan yang tidak diketahui penyebabnya.

Setiap menjelang pukul 12 malam Sumarto terlihat semakin gelisah bahkan semakin terlihat ketidakwarasannya. Tak jarang Dia keluar malam dan membuat keluarga bingung mencari keberadaannya. Anehnya setiap kali Sumarto pergi selalu saja ditemukan di tempat sepi seperti tepi sungai, tengah pemakaman hingga di bawah rumpun bambu.

Menyadari kejanggalan tersebut istri Sumarto mencari bantuan terhadap orang yang diyakini memiliki kepekaan batin untuk mencari tahu sebab sang suami berubah seperti saat ini. Dari sana kemudian diketahui jika Sumarto tidak kuat akan keris pusaka peninggalan dari ayahnya, dan hanya ada satu jalan untuk mengembalikan kesehatan Sumarto yakni memberikan keris pusaka dari ayahnya kepada ahli waris yang lebih berhak. Dari situ kemudian istri Sumarto bergegas mengembalikan keris pusaka kepada adik kandung Sumarto yang tak lain adalah Kamijan.

Beberapa saat setelah keris tersebut kembali ke tangan Kamijan sang kakak perlahan berangsur membaik dan sembuh dari kegelisan dan kebingungan seperti yang selama ini dia alami. Banyak tetangga yang mengatakan jika Sumarto tidak layak dan tidak kuat menerima pusaka keris junjung drajat dari orang tuanya sehingga mengalami kejadian seperti itu. Baca juga Cara Menggunakan Keris Semar Mesem.

Artikel Cerita Gaib Lainnya :

Copyright © 2015 Cerita Gaib | Design by Bamz